Jumat, 06 Desember 2013






BAB I
PENDAHULUAN

A.  LATAR BELAKANG
Pendidikan mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia, juga diakui sebagai kekuatan yang dapat membantu masyarakat mencapai kemegahan dan kemajuan peradaban, tidak ada suatu prestasi pun tanpa peranan pendidikan. Kejayaan Islam di masa klasik telah meninggalkan jejak kebesaran Islam di bidang ekonomi, politik, intelektualisme, tradisi-tradisi, keagamaan, seni, dan sebagainya, tidak terlepas dari dunia pendidikan, begitu pula dengan kemunduran pendidikan Islam, telah membawa Islam berkubang dalam kemundurannya.
Kajian tentang pendidikan Islam pada masa Rosulullah SAW amatlah penting untuk ditelaah kembali sebagai rujukan dan pijakan dalam melaksnakan pendidikan di masa kini dan masa yang akan datang, agar norma-norma dan nilai-nilai ajaran Islam tetap utuh selamanya. Profil Rosulullah  SAW baik sebagai peserta didik atau murid maupun sebagai pendidik atau guru, potret Rosulullah ini merupakan motivasi dan panduan bagi umat Islam dalam melajutkan pendidikan. Proses pendidikan tidak terlepas dari dua komponen dari pendidik dan peserta didik, dalam hal pendidikan Islam Rosulullah SAW adalah pendidik pertama dan utama dalam dunia pendidikan Islam. Proses transformasi ilmu pengetahuan, internalisasi nilai-nilai spiritualisme dan bimbingan emosional yang dilakukannya dapat dikatakan sebagai mukjizat luar biasa, yang manusia apapun dan dimanapun tidak dapat melakukan hal yang sama.
Hasil pendidikan Islam periode Rosulullah SAW terlihat dari kemampuan murid-muridnya (para shabat) yang luar biasa. Misalnya, Umar bin Khatthab sebagai ahli hukum dan pemerintahan, Abu Hurairah ahli hadis, Salman Al-Farisi ahli perbandingan agama, dan Ali bin Abi Thalib ahli hukum dan tafsir, dan kesinambungan pendidikan Islam yang dirintis Rosulullah SAW berlanjut sampai pada periode tabi’in, dan terbukti ahli ilmuan bertambah banyak bermunculan.
Gambaran dan pola pendidikan Islam di periode Rosulullah SAW pada fase Mekah dan Madinah merupakan sejarah masa lalu yang perlu diungkapkan kembali, sebagai bahan pertimbangan, sumber gagasan, gambaran strategi dalam menyukseskan pelaksanaan pendidikan Islam. Pola pendidikan di masa Rasulullah Saw tidak lepas dari dari metode, evaluasi, materi, kurikulum, pendidik, peserta didik, lembaga, dasar, tujuan dan sebagainya yang bertalian dengan pelaksanaan pendidikan Islam, baik secara teoritis maupun praktis.

B.  RUMUSAN MASALAH
Adapun yang menjadi rumusan masalah pada pembahasan makalah ini, yaitu:
1.      Bagaimana kondisi sosiokultural masyarakat Mekkah dan Madinah?
2.      Bagaimana pendidikan Islam pada masa rasulullah di Mekkah?
3.      Bagaimana pendidikan Islam pada masa Rasulullah di Madinah?

C.  TUJUAN PENULISAN
1.      Untuk mengetahui kondisi sosiokultural masyarakat Mekkah dan Madinah.
2.      Untuk mengetahui pendidikan Islam pada masa Rasulullah di Mekkah.
3.      Untuk mengetahui pendidikan Islam pada masa Rasulullah di Madinah.
BAB II
PEMBAHASAN

A.  KONDISI SOSIOKULTURAL MASYARAKAT MEKKAH DAN MADINAH
Kondisi sosiokultural masyarakat Arab pra-Islam, terutama pada masyarakat Mekkah dan Madinah sangat memengaruhi pola pendidikan periode Rasulullah di Mekkah dan Madinah. Secara kuantitas orang-orang yang masuk Islam pada fase Mekkah lebih sedikit dari pada orang-orang yang masuk Islam pada fase Madinah. Hal tersebut di antaranya disebabkan oleh watak dan budaya nenek moyang mereka sedangkan masyarakat Madinah lebih mudah dimasuki ajaran Islam karena saat kondisi masyarakat, khususnya Aus dan Khazraj sangat membutuhkan seorang pemimpin, untuk melenturkan pertikaian sesama mereka dan sebagai pelindung dari ancaman kaum Yahudi, di samping sifat penduduknya yang lebih ramah yang dilatarbelakangi kondisi geografis yang lebih nyaman dan subur.[1]

B.  PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA RASULULLAH DI MEKKAH
Mekkah merupakan kota suci umat Islam, di sana terdapat beberapa keistimewaan diantaranya adalah tempat berdirinya Ka’bah, tempat kelahiran Nabi, dan tempat melaksanakan ibadah haji yang termasuk dalam salah satu rukun Islam. Fase Mekkah ini dijadikan sebagai fase awal pembinaan pendidikan Islam, dengan Kota Mekkah sebagai pusat kegiatannya. Maka dalam hal ini, betapa sangat pentingnya peran serta Kota Mekkah sebagai tempat awal dalam menyampaikan ajaran Islam.
Pendidikan yang berlangsung di Mekkah atau sebelum hijrah dapat dikaji melalui beberapa hal yang berhubungan dengan dunia pendidikan, diantaranya adalah visi, misi, tujuan, sasaran (murid), pendidik, kurikulum, pendekatan dalam pembelajaran, sarana prasarana, dan evaluasi. Secara umum, pendidikan yang disampaikan oleh Nabi pada fase ini adalah penanaman tauhid (aqidah) dan perbaikan budi pekerti.[2]
Pada periode Mekkah, yakni sejak Nabi diutus sebagai Rasul hingga hijrah ke Madinah kurang lebih sejak tahun 611-622 M atau selama 12 tahun 5 bulan 21 hari, sistem pendidikan Islam lebih bertumpu kepada Nabi. Bahkan tidak ada yang mempunyai kewenangan untuk  memberikan atau menentukan materi-materi pendidikan  selain Nabi. Nabi melakukan pendidikan dengan cara sembunyi-sembunyi terutama kepada keluarganya, di samping dengan berpidato dan ceramah di tempat-tempat yang ramai dikunjungi  orang. sedangkan materi pengajaran yang diberikan hanya berkisar pada ayat-ayat Al-Qur’an  sejumlah 93 surat dan petunjuk-petunjuknya.[3]
Aktivitas pendidikan pada periode ini di pusatkan di rumah sahabat Arqam bin Abi al-Arqam, di sekitar bukit shafa,. Dipilihya rumah Arqam sebagai tempat pendidikan dengan pertimbangan lokasinya yang baik dan tidak mudah diintai kafir quraisy. Pertimbangan ini sangat dipelukan untuk menciptakan keamanan dan ketenangan dalam belajar. Di samping itu, nabi juga menjadikan rumah beliau sebagai tempat konsultasi dan belajar agama Islam terutama kepada mereka yang datang berkunjung kepada beliau.[4]

1.    Tahapan Pendidikan Islam pada Fase Mekkah
Pola pendidikan yang dilakukakan oleh Rasulullah sejalan dengan tahapan-tahapan dakwah yang disampaikannya kepada kaum Quraisy. Dalam hal ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
a)   Pendidikan Islam Secara Rahasia dan Perorangan
Pada awal turunnya wahyu pertama (the first revelation) Al-Qur’an surat Al-Alaq ayat 1-5, pola pendidikan yang dilakukan adalah secara sembunyi-sembunyi mengingat kondisi sosial-politik yang belum stabil, dimulai dari dirinya sendiri dan keluarga dekatnya. Mula-mula Rasulullah mendidik istrinya Khadijah untuk beriman kepada Allah dan menerima petunjuk dari Allah. Kemudian diikuti oleh anak angkatnya Ali Ibn Abi Thalib (anak pamannya) dan Zaid ibn Haritsah (seorang pembantu rumah tangganya yang kemudian diangkat menjadi anak angkatnya). Kemudian sahabat karibnya Abu Bakar Siddiq. Secara berangsur-angsur ajakan tersebut disampaikan secara meluas tetapi masih terbatas di kalangan keluarga dekat dari Suku Quraisy saja seperti Usman ibn Affan, Zubair ibn Awan, Sa’ad Abi Waqas, Abdurrahman ibn Auf, Talhah ibn Ubaidillah, Abu Ubaidillah ibn Jahrah, Arqam ibn Arqam, Fatimah binti Khattab, Said ibn Zaid, dan beberapa orang lainnya. Mereka semua tahap awal ini disebut Assabiquna al Awwalun, artinya orang-orang yang mula-mula masuk Islam.[5]
b)   Pendidikan Islam Secara Terang-terangan
Rasulullah Saw mengumpulkan para penduduk Kota Mekkah, terutama yang berada dan bertempat tinggal di sekitar Ka’bah untuk berkumpul di Bukit Shafa, yang letaknya tidak jauh dari Ka’bah. Rasulullah Saw memberi peringatan kepada semua yang hadir agar segera meninggalkan penyembahan terhadap berhala-berhala dan hanya menyembah atau menghambakan diri kepada Allah Swt. Menanggapi dakwah Rasulullah Saw tersebut di antara yang hadir ada kelompok yang menolak disertai teriakan dan ejekan, ada kelompok yang diam saja lalu pulang. Bahkan Abu Lahab bukan hanya mengejek tetapi berteriak-teriak bahwa Muhammad orang gila, seraya ia berkata: “Celakalah Engkau Muhammad, untuk inikah Engkau mengumpulkan kami?”sebagai balasan terhadap kutukan Abu Lahab itu turunlah Ayat Al-Qur’an yang berisi kutukan Allah Swt terhadap Abu Lahab yakni Surah Al-Lahab ayat 1-5:
Artinya: Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.
Pada periode dakwah secara terang-terangan ini juga telah menyatakan diri masuk Islam dua orang kuat dari kalangan kaum kafir Quraisy, yaitu: Hamzah bin Abdul Muthalib (paman Nabi Saw) dan Umar bin Khattab.[6]
c)    Pendidikan Islam untuk Umum
Rasulullah mengubah strategi dakwahnya dari seruan yang terfokus kepada keluarga dekat beralih kepada seruan umum, umat manusia secara keseluruhan. Seruan dalam skala “internasional” tersebut didasarkan kepada perintah Allah, sura Al-Hijr ayat 94-95:
Artinya: “. . . .Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan(kamu).”
Sebagai tindak lanjut dari perintah tersebut, pada musim haji Rasulullah mendatangi kemah-kemah para jama’ah haji. Pada awalnya tidak banyak yang menerima, kecuali sekolompok jama’ah haji dari Yastrib, kabilah Khazraj yang menerima dakwah secara antusias. Dari sinilah sinar Islam memancar ke luar Mekkah. Berikutnya, di musim haji pada tahun kedua belas kerasulan Muhammad Saw, Rasulullah didatangi dua belas orang laki-laki dan seorang wanita untuk berikrar kesetiaan, yang dikenal dengan “Bai’ah Al-Aqabah I” mereka berjanji tidak akan menyembah selain kepada Allah swt, tidak akan mencuri dan berzina, tidak akan membunuh anak-anak, dan menjauhkan perbuatan-perbuatan keji serta fitnah, selalu taat kepada Rasulullah dalam yang benar, dan tidak mendurhakainya terhadap sesuatu yang mereka tidak inginkan. Berkat semangat yang tinggi yang dimiliki para sahabat dalam mendakwahkan ajaran Islam, sehingga seluruh penduduk Yastrib masuk Islam kecuali orang-orang Yahudi. Musim haji berikutnya 73 orang jama’ah haji dari Yastrib mendatangi Rasulullah Saw dan menetapkan keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya.[7]

2.    Materi Pendidikan Islam Fase Mekkah
Materi pendidikan pada fase Mekkah dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu:
a)    Materi Pendidikan Tauhid
Secara praktis pendidikan tauhid diberikan melalui cara-cara yang bijaksana, menuntun akan pikiran dengan mengajak umatnya untuk pembaca, memerhatikan dan memikirkan kekuasaan dan kebesaran Allah dan diri manusia sendiri. Kemudian beliau mengajarkan cara bagaimana mengaplikasikan pengertian tauhid tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Rasulullah langsung menjadi contoh bagi umatnya. Hasilnya, kebiasaan masyarakat Arab yang memulai perbuatan atas nama berhala ,diganti dengan ucapan bismllahirrahmanirrahim. Kebiasaan menyeambah berhala, diganti dengan mengagungkan dan menyembah Allah Swt.
b)      Materi Pengajaran Al-Qur’an
Materi ini dapat dirinci kepada: (1) materi baca tulis Al-Qur’an, (2) materi menghafal ayat-ayat Al-Qur’an, (3) materi pemahaman Al-Qur’an, tujuan materi ini adalah meluruskan pola pikir umat Islam yang dipengaruhi pola pikir jahiliah.[8]
Di antara intisari pendidikan Islam di Mekkah itu, ialah menerangkan pokok-pokok agama Islam seperti beriman kepada Allah, Rasul-Nya dan hari akhir, serta amal ibadat. Adapun zakat belumlah diperinci di Mekkah, bahkan zakat waktu itu berarti sedekah kepada fakir miskin dan anak-anak yatim.Selain dari pada itu menyuruh manusia berakhlak mulia dan berkelakuan baik dan melarang mereka berperangai jahat dan berkelakuan buruk.[9]

3.    Metode dan Lembaga Pendidikan Islam Fase Mekkah
Metode pendidikan yang dilakukan Rasulullah dalam membidik sahabatnya antara lain:
a)    Metode ceramah, menyampaikan wahyu yang baru diterimanya dan memberikan penjelasan-penjelasan serta keterangan-keterangannya.
b)   Dialog, misalnya dialog antara Rasulullah dengan para sahabat untuk mengatur strategi perang.
c)    Diskusi atau tanya jawab, sering sahabat bertanya kepada Rasulullah tentang suatu hukum kemudian Rasul menjawab.
d)   Metode perumpamaan, misalnya orang muslim itu laksana satu tubuh, bila sakit salah satu anggota tubuh maka anggota tubuh lainnya akan turut merasakannya.
e)    Metode kisah, misalnya kisah beliau dalam perjalanan isra’ mi’raj dan kisah tentang pertemuan antara Nabi Musa dengan Nabi Khaidir.
f)    Metode pembiasaan, membiasakan kaum muslimin shalat berjama’ah.
g)   Metode hafalan, misalnya para sahabat dianjurkan untuk menjaga Al-Qur’an dengan menghafalnya.

Lembaga pendidikan Islam pada fase Mekkah ada dua macam tempat, yaitu:
1)   Rumah Arqam ibn Arqam merupakan tempat pertama berkumpulnya kaum muslimin beserta Rasulullah untuk belajar hukum-hukum dan dasar-dasar ajaran Islam. Rumah ini merupakan lembaga pendidikan pertama atau madrasah yang pertama sekali dalam Islam.
2)   Kuttab. Dalam sejarah pendidikan Islam istilah kuttab telah dikenal di kalangan bangsa Arab pra-Islam, secara etimologi kuttab berasal dari bahasa Arab yakni kataba, yaktubu, kitaaban, yang artinya telah menulis, sedang menulis, dan tulisan, sedangkan maktab artinya meja atau tempat menulis.[10]Ahmad Syalaby mengatakan bahwa Kuttab sebagai lembaga pendidikan terbagi dua, yaitu ;
Pertama, Kuttab berfungsi mengajarkan baca tulis dengan teks dasar puisi-puisi Arab, dan sebagian besar gurunya adalah non muslim Kuttab jenis pertama ini merupakan lembaga pendidikan dasar yang hanya mengajarkan baca tulis. Pada mulanya pendidikan Kuttab berlangsung di rumah-rumah para guru atau di pekarangan sekitar Masjid. Materi yang diajarkan dalam pelajaran baca tulis ini adalah puisi atau pepatah-pepatah arab yang mengandung nilai-nilai tradisi yang baik. Adapun penggunaan Al-Qur’an sebagai teks dalam Kuttab baru terjadi kemudian, ketika jumlah kaum Muslim yang menguasai al-Qur’an telah banyak, dan terutama setelah kegiatan kodifikasi pada masa kehalifahan Utsman bin Affan. Kebanyakan guru Kuttab pada masa awal Islam adalah non muslim, sebab Muslim yang dapat membaca dan menulis yang jumlahnya masih sedikit sibuk dengan pencatatan wahyu.
Kedua, sebagai pengajaran Al-Qur’an dan dasar-dasar agama Islam. Pengajaran teks Al-Qur’an pada jenis Kuttab yang kedua ini,setelah qurra’ dan huffadh (ahli bacaan dan penhafal Al-Qur’an telah banyak). Guru yang mengajarkan adalah dari umat Islam sendiri. Jenis institusi kedua ini merupakan lanjutan dari Kuttab tingkat pertama, setelah siswa memiliki kemampuan baca tulis. Pada jenis yang kedua ini siswa diajari pemahaman Al-Qur’an, dasar-dasar agama Islam, juga diajarkan ilmu gramatika bahasa Arab, dan aritmetika. Sementara Kuttab yang dimiliki oleh orang-orang yang lebihmapan kehidupannya, materi tambahannya adalah menunggang kuda dan berenang.[11]

C.  PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA RASULULLAH DI MADINAH
Wahyu secara berangsur-angsur turun selama periode Madinah. Kebijaksanaan Nabi Muhammad SAW dalam mengajarkan Al-Qur’an adalah menganjurkan pengikutnya untuk menghafal dan menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an sebagaimana diajarkannya. Beliau sering mengadakan ulangan-ulangan dalam pembacaan Al-Qur’an, yaitu dalam sembahyang, dalam pidato-pidato, dalam pelajaran-pelajaran dan lain-lain kesempatan. Penulis-penulis Al-Qur’an yang telah ditunjuk olehnya untuk menuliskan setiap ayat yang diturunkanpun tetap melaksanakan tugasnya dengan baik. Di antara mereka adalah Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan Mu’awiyah. Dengan demikian segala kegiatan yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW bersama umat Islam pada masa itu, dalam rangka pendidikan sosial dan politik, selalu berada dalam bimbingan dan petunjuk langsung dari wahyu-wahyu.[12]
Ciri pokok pembinaan pendidikan yang dilakukan oleh Nabi di Madinah adalah pendidikan dalam bernegara dan berbangsa (sosial-politik) dalam arti luas. Pembinaan pendidikan di Madinah ini pada hakikatnya adalah merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di Mekkah. Artinya bagaimana pembinaan pendidikan sosial-politik agar dapat dijiwai oleh ajaran tauhid, sehingga akhir dari tingkah laku sosial-politiknya merupakan cermin dan pantulan dari sinar tauhid.[13]
1.    Lembaga Pendidikan Islam Fase Madinah
Setelah Nabi serta sahabat-sahabatnya hijrah ke Madinah, usaha Nabi yang pertama ialah mendirikan mesjid. Nabi sendiri bekerja membangun mesjid itu bersama sahabat-sahabatnya. Di samping mesjid didirikan rumah tempat tinggal Nabi. Di salah satu penjuru mesjid disediakan untuk tempat tinggal orang-orang miskin yang tiada mempunyai rumah.[14]
Masjid itulah pusat kegiatan Nabi Muhammad Saw bersama kaum Muslimin, untuk secara bersama membina masyarakat baru, masyarakat yang disinari oleh tauhid, dan mencerminkan persatuan dan kesatuan umat. Di masjid itulah beliau bermusyawarah mengenai berbagai urusan, mendirikan shalat berjama’ah, membacakan Al-Qur’an, maupun membacakan ayat-ayat yang baru diturunkan. Dengan demikian, masjid itu merupakan pusat pendidikan dan pengajaran.[15]
2.    Materi dan Kurikulum Pendidikan Islam di Madinah
Salah satu komponen operasional pendidikan Islam adalah kurikulum, ia mengandung materi yang diajarkan secara sistematis dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pada hakikatnya antara  materi dan kurikulum mengandung arti yang sama, yaitu bahan-bahan pelajaran yang disajikan dalam proses kependidikan dalam suatu sistem institusional pendidikan. Seseorang yang akan membuat lesson plan tidak cukup hanya mempunyai kemampuan membuat rumusan tujuan pengajaran. Ia juga harus menguasai materi pengajaran. Bahkan rumusan tujuan pengajaran itu diilhami oleh antara lain materi pengajaran. Oleh karena itu, guru harus menguasai materi pengajaran.
Kurikulum pendidikan Islam pada periode Rosulullah SAW baik di Mekah maupun Madinah adalah Al-Qur’an, yang Allah wahyukan  sesuai dengan kondisi dan situasi, kejadian dan peristiwa yang dialami umat Islam saat itu. Karena itu dalam praktiknya tidak saja logis dan rasional tetapi juga secara fitrah dan pragmatis.
Mahmud Yunus mengklasifikasikan materi pendidikan agama yang diterapkan Nabi di Madinah, sebagai berikut :
1.      Pendidikan keimanan;
2.       Pendidikan ibadah;
3.       Pendidikan akhlak;
4.      Pendidikan kesehatan(jasmani);
5.      Pendidikan kemasyarakatan (sosial)
Sedangkan Zukhairini membagi materi pendidikan Islam fase Madinah, seperti :
1.      Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru menuju kesatuan sosial dan politik;
2.      Materi pendidikan sosial dan kewarganegaraan, yang terdiri dari pendidikan ukhuwah antara kaum muslimin, pendidikan kesejahteraan;
3.      Materi pendidikan khusus anak-anak, yang meliputi ; pendidikan tauhid, pendidikan salat, penndidikan sopan santun dalam keluarga, sopan santun dalam masyarakat, dan pendidikan kepribadian;
4.      Materi pendidikan pertahanan dan ketahanan dakwah Islam.[16]


[1]H. Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011) hal. 30
[2]Qomaruddin, http://arjosariianatuttholibin.blogspot.com/2012/12/biografi-sayyid-quthb.html, (online tanggal 17 Oktober 2013, 12.35 wib)
[3]Suwendi, Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja GrapindoPersada, 2004) hal. 7.
[4]M. As’ad Thoha,  Sejarah Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Insan Madani, 2001) hal. 12.
[5]H. Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011) hal. 32
[6]H. Syamsuri, Pendidikan Agama Islam Jilid I: untuk Kelas X, (Jakarta: Erlangga, 2006), hal. 82
[7]H. Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011) hal. 34
[8]H. Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam...hal. 34
[9]H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992), hal. 9
[10]H. Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011) hal. 36.
[11]H. Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam. . . hal. 8.
[12]Moh.Sunarji, http://www.bisosial.com/2012/06/makalah-pendidikan-islam-pada-masa.html (online tanggal 17 Oktober 2013, 12.35 wib).
[13]Qomaruddin, http://arjosariianatuttholibin.blogspot.com/2012/12/biografi-sayyid-quthb.html, (online tanggal 17 Oktober 2013, 12.35 wib)
[14]H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1992), hal. 14.
[15]H. Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2011) hal. 37
[16]Moh.Sunarji, http://www.bisosial.com/2012/06/makalah-pendidikan-islam-pada-masa.html (online tanggal 17 Oktober 2013, 12.35 wib).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar