Jumat, 06 Desember 2013



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Belajar adalah suatu proses adaptasi yang berlangsung secara progressif, juga merupakan suatu proses perubahan yang menyangkut tingkah laku atau kejiwaan. Dalam proses belajar, setiap orang memiliki kelebihan dalam menerima sesuatu dan metode-metode yang mudah untuk diterimanya dalam belajar. Yang mana metode yang lebih dipahami dan dimengerti, itulah yang seharusnya digunakan. Peran mata untuk melihat dan membaca, kemudian telinga untuk memdengarkan, dan media gerak akan sangat berperan dalam kegiatan belajar. Meskipun dengan adanya metode, tidak menutup kemungkinan seseorang akan kesulitan dalam menerima pelajaran.
Kendala yang dihadapi oleh seseorang sangat bermacam-macam. Pada makalah ini akan dijelaskan tentang “Kesulitan Belajar dan Cara Mengatasinya”.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja kesulitan belajar yang dihadapi oleh peserta didik?
2.      Apa saja cara mengatasi kesulitan belajar?
C.    Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui kesulitan belajar yang dihadapi oleh peserta didik.
2.      Untuk mengetahui cara mengatasi kesulitan belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kesulitan Belajar
Menurut, Dr. Musthofa Fahmi: Sesungguhnya belajar adalah (ungkapan yang menunjuk) aktivitas (yang menghasilkan) perubahan-perubahan tingkah laku atau pengalaman).
Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang terjadi karena latihan dan pengalaman. Dengan kata lain yang lebih rinci belajar adalah:
a.       Suatu aktivitas atau usaha yang disengaja.
b.      Aktivitas tersebut menghasilan perubahan, berupa penyempurnaan terhadap sesuatu yang pernah dipelajari.
c.       Perubahan itu meliputi perubahan keterampilan jasmani, isi ingatan, dan lain-lain baik berkenaan dengan fisik atau psikis.
d.      Perubahan tersebut relative bersifat konstan.[1]
Kesulitan belajar adalah gangguan yang terjadi dalam suatu proses pembelajaran yang dikarenakan oleh kurangnya pemahaman intelektual yang dimiliki oleh seseorang pembelajar terhadap materi yang diberikan.[2] Kesulitan belajar mempunyai pengertian yang luas dan kedalamnya termasuk pengertian-pengertian seperti:
a.       Learning Disorder (ketergangguan belajar)
Adalah keadaan di mana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya orang yang mengalami gangguan belajar, prestasi belajarnya tidak terganggu, akan tetapi proses belajarnya yang terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan. Dengan demikian hasil belajarnya lebih rendah dari potensi yang dimiliki.
b.      Learning Disabilities (ketidakmampuan belajar)
Adalah ketidakmampuan seseorang murid yang mengacu kepada gejala di mana murid tidak mampu belajar, sehingga hasil belajarnya di bawah potensi intelektualnya.
c.       Learning Disfungtion (ketidakfungsian belajar)
Menunjukkan gejala di mana proses belajar tidak berfungsi dengan baik meskipun pada dasarnya tidak ada tanda-tanda subnormalitas mental, gangguan alat dria atau gangguan-gangguan psikologis lainnya.
d.      Under Achiever (pencapaian rendah)
Adalah mengacu kepada murid-murid yang memiliki tingkat potensi intelektual di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah.

e.        Slow Learner (lambat belajar)
Adalah murid yang lambat dalam proses belajarnya sehingga membutuhkan waktu dibandingkan dengan murid-murid yang lain yang memeliki taraf potensi intelektual yang sama.
Kesulitan merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan adanya hambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai tujuan, sehingga memerlukan usaha lebih giat lagi untuk dapat mengatasi.  Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai suatu kondisi dalam suatu proses belajar yang ditandai adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan ini mungkin disadari dan mungkin juga tidak disadari oleh yang mengalaminya, dan bersifat sosiologis, psikologis ataupun fisiologis dalam keseluruhan proses belajarnya.[3]
1.      Beberapa Penyebab Kesulitan Belajar
Banyak sudah para ahli yang mengemukakan faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dengan sudut pandang mereka masing-masing. Ada yang meninjaunya dari sudut intern anak didik dan ekstern anak didik. Muhibbin Syah, misalnya, melihatnya dari aspek diatas. Menurutnya faktor-faktor anak didik meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik anak didik, yakni:
a.       Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/inteligensi anak didik.
b.      Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap.
c.       Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indra penglihatan dan pendengaran.
Sedangkan faktor ekstern anak didik meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar anak didik. Faktor lingkungan ini meliputi:
a.       Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dengan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
b.      Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh dan teman sepermainan yang nakal.
c.       Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
Selain bersifat umum diatas, ada pula faktor lain yang juga menimbulkan kesulitan belajar. Faktor-faktor ini dipandang khusus, misalnya: sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar anak didik. Anak didik yang memiliki sindrom tersebut sebenarnya memiliki IQ yang normal bahkan memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Oleh karenanya, sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya gangguan ringan pada otak (minimal) brain dysfunction.[4]
B.     Cara Mengatasinya
Tugas pendidik atau guru adalah mempersiapkan generasi bangsa agar mampu menjalani kehidupan dengan sebaik-baiknya dikemudian hari sebagai khalifah Allah di bumi. Dalam menjalankan tugas ini pendidikan berupaya mengembangkan potensi (fitrah), sebagaimana terdapat dalam Q.S an-Nahl:78
وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur."[5]
 sebagai anugrah Allah yang tersimpan dalam diri anak, baik yang bersifat jasmaniah maupun ruhaniah, melalui pembelajaran sebuah pengetahuan, kecakapan, dan pengalaman berguna bagi hidupnya. Dengan demikian pendidikan yang pada hakekatnya adalah untuk memanusiawikan manusia memiliki arti penting bagi kehidupan anak. Hanya pendidikan yang efektif yang mampu meningkatkan kualitas hidup dan mengantarkan anak survive dalam hidupnya.
Secara garis besar, langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka mengatasi kesulitan belajar, dapat dilakukan melalui 6 tahap yaitu:
1.      Pengumpulan data
Menurut Sam Isbani dan R. Isbani dalam pengumpulan data dapat dipergunakan berbagai metode, diantaranya: observasi, kunjungan rumah, case study, case history, daftar pribadi, meneliti pekerjaan anak, tugas kelompok, dan melaksanakan tes (baik tes IQ maupun tes prestasi).
2.      Pengolahan data
Dalam pengolahan data, langkah yang dapat ditempuh antara lain adalah identifikasi kasus, membandingkan antar-kasus, membandingkan dengan hasil tes dan menarik kesimpulan.[6]
3.      Diagonis (keputusan/penentuan)
Banyak langkah-langkah diagnostik yang dapat ditempuh guru, antara lain yang cukup terkenal adalah prosedur Weener & Senf (1982) sebagaimana yang dikutip Wardani (1991) sebagai berikut:
a.    Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran.
b.    Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar.
c.    Mewawancarai orang tua atau wali siwa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.
d.   Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.
e.    Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.[7]
Dalam rangka diagnosis ini biasanya diperlukan berbagai bantuan tenaga ahli, misalnya:
a.       Dokter, untuk mengetahui kesehatan anak.
b.      Psikologi, untuk mengetahui tingkat IQ anak.
c.       Psikiater, untuk mengetahui kejiwaan anak.
d.      Guru kelas, untuk mengetahui perkembangan belajar anak selama di sekolah.
e.       Orang tua, untuk mengetahui kebiasaan anak dirumah. Dan sebagainya tergantung pada kebutuhan.
4.      Prognosis
Merupakan aktivitas penyusunan rencana/program yang diharapkan dapat membantu mengatasi masalah kesulitan belajar anak didik.
5.      Treatment/perlakuan
Bentuk treatment yang mungkin dapat diberikan adalah:
a.       Melalui bimbingan belajar kelompok
b.      Melalui bimbingan belajar individual
c.       Melalui pengajaran remedial dalam beberapa bidang studi tertentu,
d.      Pemberian bimbingan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah psikologis
e.       Melalui bimbingan orang tua, dan pengatasan kasus sampingan yang mungkin ada.
6.      Evaluasi.[8]










BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kesulitan belajar adalah suatu kondisi di mana anak didik tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan ataupun gangguan dalam belajar. Penyebab kesulitan yakni:
a.    Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/inteligensi anak didik.
b.    Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap.
c.    Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indra penglihatan dan pendengaran.
Sedangkan faktor ekstern anak didik meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar anak didik. Selain bersifat umum diatas, ada pula faktor lain yang juga menimbulkan kesulitan belajar. Faktor-faktor ini dipandang khusus, misalnya: sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Anak didik yang memiliki sindrom tersebut sebenarnya memiliki IQ yang normal bahkan memiliki kecerdasan diatas rata-rata.
Cara mengatasi kesulitan belajar yaitu: Pengumpulan data, pengolahan data, diagnosis, prognosis, treatment/perlakuan dan evaluasi.
B.     Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan, maka dari itu pembaca di mohon kritik dan sarannya yang membangun agar makalah penulis yang selanjutnya akan lebih baik lagi. Selain itu, dengan adanya makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Bachry Djamarah, Syaiful. Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Mustaqim. Psikologi Pendidikan, Semarang: Pustaka Belajar, 2008.
Shihab, Quraish. Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan, Dan Keserasian Al-Qur’an vol.7, Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Supriyono, Widodo dan Abu Ahmadi. Psikologi Belajar edisi revisi, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004.

Syah, Muhibbin. Psikologi pendidikan dengan Pendekatan Baru edisi Revisi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997.


[1] Mustaqim, Psikologi Pendidikan, Semarang: Pustaka Belajar, 2008, h.34.
[2] Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2003, h.6.
[4] Syaiful Bachry Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2002, h.201-202.
[5] Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan, Dan Keserasian Al-Qur’an vol.7, Jakarta: Lentera Hati, 2002, h.302.
[6] Abu Ahmadi dan widodo Supriyono, Psikologi Belajar edisi revisi, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004, h.96-98.
[7] Muhibbin Syah, Psikologi pendidikan dengan Pendekatan Baru edisi Revisi, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997, h. 174.
[8] Abu Ahmadi dan widodo Supriyono, Psikologi Belajar edisi revisi, h. 99-100.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar