Jumat, 06 Desember 2013




"kebaikan dan Keburukan"
 
BAB II
PEMBAHASAN
1.      Q.S. Al -An’am ayat 160
`tB uä!%y` ÏpuZ|¡ptø:$$Î/ ¼ã&s#sù çŽô³tã $ygÏ9$sWøBr& ( `tBur uä!%y` Ïpy¥ÍhŠ¡¡9$$Î/ Ÿxsù #tøgä žwÎ) $ygn=÷WÏB
öNèdur Ÿw tbqßJn=ôàムÇÊÏÉÈ
Artinya: Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya sepuluh kali lipatnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang buruk, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengannya, dan mereka sedikitpun tidak dianiaya.
Asbabun Nuzul: Pada suatu waktu Rasulullah SAW pernah bersabda: “Barang siapa berpuasa tiga hari pada tanggal purnama di setiap bulan, berarti dia telah berpuasa setahun penuh”.  Pada suatu ketika yang lain rasulullah SAW juga pernah bersabda: “Shalat Jum’at sampai dengan Jum’at berikutnya adalah merupakan tebusan dosa (kafarat), bahkan ditambah tiga hari sesudahnya”. Sehubungan dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ke 160 dari surah al-An’am sebagai dukungan dan membetulkan apa yang telah disabdakan Rasulullah SAW. (HR. Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Thabrani dari Hisyam bin Martsad dari Muhammad bin Isma’il dari ayahnya dari Dhamdham bin Zar’ah dari Syuraih bin Ubaid dari abi Malik al-Asy’ari).[1]
Tafsir: Pembalasan Allah swt sungguh adil, yakni barangsiapa di antara manusia yang datang membawa amal yang baik, yakni berdasar iman yang benar dan ketulusan hati, maka baginya pahala sepuluh kali lipatnya yakni sepuluh kali lipat amalnya sebagai karunia dari Allah swt: dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang buruk, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatan-nya, itupun kalau Allah menjatuhkan sanksi atasnya, tetapi tidak sedikit keburukan hamba yang dimaafkan-Nya. Kalau Dia menjatuhkan sanksi, maka itu sangat adil, dan dengan demikian mereka. Yakni yang melakukan kejahatan itu sedikitpun tidak dianiaya tetapi masing-masing akan memperoleh hukuman setimpal dengan dosanya. Adapun yang berbuat kebajikan, maka bukan saja mereka tidak dianiaya, bukan juga mereka diberi ganjaran yang adil, tetapi mereka mendapat anugerah Allah swt.
 Firman-nya: barangsiapa yang membawa perbuatan yang buruk maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengannya. Penggalan ayat ini ditampilkan dalam bentuk pembatasan, yaitu melalui kalimat: tidak diberi pembalasan melainkan karena yang ditekankan di sini adalah sisi keadilan Ilahi. Perlu dicatat bahwa kemurahan Ilahi akan diperoleh juga jika kejahatan yang telah direncanakan dibatalkan oleh kesadaran perencananya karena kesadaran dan pembatalan itu sebagai satu kebaikan.[2]
2.      Q.S. Al-Nisa ayat 79
!$¨B y7t/$|¹r& ô`ÏB 7puZ|¡ym z`ÏJsù «!$# ( !$tBur y7t/$|¹r& `ÏB 7py¥Íhy `ÏJsù y7Å¡øÿ¯R 4 y7»oYù=yör&ur Ĩ$¨Z=Ï9 Zwqßu 4 4s"x.ur «!$$Î/ #YÍky­ ÇÐÒÈ
Artinya: Apa saja nikmat yang engkau peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutus menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.
Asbabun Nuzul: orang-orang munafik apabila dalam bertanam, mencari rezeki, berdagang dan dalam berkeluarga-baik dari sisi sanak kerabat maupun anak-anaknya mendapat kebaikan, mereka mengatakan bahwa semua itudatang dari Allah. Sebaliknya, kalau mereka mendapat musibah, baik dalam mencari rezeki maupun berkeluarga selalu menyalah-nyalahkan Rasulullah Saw. Muhammad sebagai penyebab datangnya musibah. Hal itu mereka lakukan karena lahiriahnya mereka cinta dan tunduk kepada Rasulullah Saw, tetapi dalam batinnya sangat benci terhadap ajaran yang dibawa beliau. Sehubungan itu Allah menurunkan ayat ke-78 dan 79 sebagai ketegasan, bahwa semua itu datang dari Allah. Musibah datang bukan karena mengikuti ajaran Muhammad, dan bukan pula Muhammad penyebabnya. Tetapi atas kehendak Allah SWT, dimaksudkan sebagai ujian bagi mereka. (HR. Abu Aliyah dari Suddi).[3]
Tafsir: ayat ini menegaskan sisi upaya manusia yang berkaitan dengan sebab dan akibat. Hukum-hukum alam dan kemasyarakatan cukup banyak dan beraneka ragam. Dampak baik dan dampak buruk untuk setiap gerak dan tindakan telah ditetapkan Allah melalui hokum-hukum tersebut. Manusia diberi kemampuan memilah dan memilih, dan masing-masing akan mendapatkan hasil pilihannya. Allah sendiri melalui perintah dan larangan-Nya menghendaki, bahkan menganjurkan, agar manusia meraih kebaikan dan nikmat-Nya. Karena itu, di tegaskan-Nya bahwa, apa saja nikmat yang engkau peroleh, wahai Muhammad  dan semua manusia, adalah dari Allah, yakni Dia yang mewujudkan anugerah-Nya dan apa saja bencana yang menimpamu, engkau wahai Muhammad dan siapa saja selainmu, maka bencana itu dari kesalahan dirimu sendiri karena Kami mengutusmu tidak lain hanya menjadi Rasul untuk menyampaikan tuntunan-tuntunan  Allah kepada segenap manusia, kapan dan di mana pun mereka berada. Kami mengutusmu menjadi Rasul, bukan seorang yang dapat menentukan baik dan buruk sesuatu sehingga bukan karena terjadinya bencana atau keburukan pada masamu kemudian dijadikan bukti bahwa engkau bukan rasul. Kalaulah mereka menduga demikian, biarkan saja. Dan cukuplah Allah menjadi saksi atas kebenaranmu.
Pada ayat 78 bertujuan untuk menekankan bahwa mereka sepenuhnya berkeyakinan tentang hal tersebut, yakni kebaikan benar-benar bersumber dari Allah dan keburukan benar bersumber dari Nabi Muhammad saw. Mereka mempersamakan Allah dan Rasul bahwa keduanya merupakan penyebab, walaupun membedakannya dari sisi baik dan buruk. Sedang bantahan yang diberikan pada ayat 79 ini tidak memakai kata ‘inda karena ayat ini bermaksud mengisyartkan bahwa awal kehadiran kebajikan dari Allah swt. Sedang awal terjadinya kejahatan adalah dari manusia sendiri. Bukankah Allah sejak semula menginginkan kebaikan, dan kalau manusia mengusahakannya maka insya Allah akan terjadi? Selanjutnya, bukankah manusia yang salah atau keliru sehingga kejahatan terjadi?[4]
3.      Q.S. Hud ayat 114
ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# ÇnûtsÛ Í$pk¨]9$# $Zÿs9ãur z`ÏiB È@øŠ©9$# 4 ¨bÎ) ÏM»uZ|¡ptø:$# tû÷ùÏdõムÏN$t«ÍhŠ¡¡9$# 4 y7Ï9ºsŒ 3tø.ÏŒ šúï̍Ï.º©%#Ï9 ÇÊÊÍÈ
Artinya: Dan laksanakanlah shalat pada kedua ujung siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam. Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah).
Asbabun Nuzul: Al-Bukhari dan Muslim ia meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa seorang laki-laki terlanjur mencium seorang wanita, lalu ia mendatangi Nabi saw dan memberi tahu beliau. Maka Allah menurunkan Firman-Nya, “Dan laksanakanlah shalat pada kedua ujung siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam. Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah).” Laki-laki itu pun berkata,” Apakah ayat ini untuk-ku?” Beliau menjawab, “untuk semua umatku.”[5]
Tafsir: Ayat ini mengajarkan: “ dan dirikanlah shalat dengan teratur dan benar sesuai dengan ketentuan, rukun, syarat dan sunnah-sunnahnya pada kedua tepi siang yakni pagi dan petang, atau Subuh, Dzuhur dan Ashar dan pada bagian permulaan daripada malam yaitu Maghrib dan Isya, dan juga bisa termasuk Witir dan Tahajud. Yang demikian itu dapat menyucikan jiwa dan mengalahkan kecenderungan nafsu untuk berbuat kejahatan. Sesungguhnya kebajikan-kebajikan itu yakni perbuatan-perbuatan baik seperti shalat, zakat, shadakah, istighfar, dan aneka ketaatan lain dapat menghapuskan dosa kecil yang merupakan keburukan-keburukan yakni perbuatan-perbuatan buruk yang tidak mudah dihindari manusia. Adapun dosa besar, maka itu membutuhkan ketulusan hati untuk bertaubat, permohonan ampun secara khusus dan tekad untuk tidak mengulanginya. Iitu yakni petunjuk-petunjuk yang disampaikan sebelum ini yang sungguh tinggi nilainya dan jauh kedudukannya itulah peringatan yang sangat bermanfaat bagi orang-orang yang siap menerimanya dan yang ingat tidak melupakan Allah.
Disamping mengandung makna bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosa kecil apabila seseorang telah mengerjakan amal-amal saleh, juga mengandung makna bahwa amal-amal saleh yang dilakukan seseorang secara tulus dan konsisten akan dapat membentengi dirinya sehingga dengan mudah dia dapat terhindar dari keburukan-keburukan. Makna semacam ini sejalan juga dengan firman Allah dalam surah al-Ankabut ayat 45, yang artinya “ sesungguhnya shalat mencegah perbuatan keji dan munkar ".[6]
Dalam tafsir at-Tabari dijelaskan bahwa ada beberapa faedah yang dikandung ayat ini adalah penjelasan untuk mendirikan salat wajib. Ayat ini menjelaskan secara ringkas semua waktu shalat yang wajib. Karena kedua tepi siang mencakup shalat subuh, shalat dzuhur dan shalat ashar. Adapun bagian permulaan malam mencakup shalat maghrib dan isya. Namun Imam Ath-Thabari lebih memilih pendapat bahwa bahwa shalat pada kedua tepi siang itu maksudnya adalah shalat subuh dan maghrib.
4.      Q. S. Al- An’am ayat 22
tPöqtƒur öNèdçŽà³øtwU $YèŠÏHsd §NèO ãAqà)tR tûïÏ%©#Ï9 (#þqä.uŽõ°r& tûøïr& ãNä.ät!%x.uŽà° tûïÏ%©!$# öNçFZä. tbqßJãã÷s? ÇËËÈ
Artinya: Dan (ingatlah) hari, Kami menghimpun mereka semua, kemudian Kami berkata kepada orang-orang musyrik: ‘Di manakah sembahan-sembahan kamu yang dahulu kamu kira (sekutu-sekutu Kami)?’
Asbabun Nuzul: ketika ayat ke-18 dari surat Al-Mujadilah yang menegaskan tentang kehidupan di hari kiamat nanti  diturunkan, orang-orang munafik tidak bisa menerima kabar tersebut. Sehubungan dengan itu Allah Swt menurunkan ayat ke-22-25 sebagai ketegasan tentang keadaan mereka. Mereka akan menerima akibat dari kedustaan mereka terhadap diri sendiri, yaitu menganggap Al-Qur’an hanya sebagai degengan belaka. (HR. Ibnu Abi Hatim dari Dhahak dari Ibnu Abbas)[7]
Tafsir: kalaupun didunia ini mereka belum merasakan akibat penganiayaan itu, maka suatu ketika pasti mereka akan menyesal, yakni pada hari kiamat nanti. Karena itu ingatlah, kebohongan mereka terhadap Allah dalam kehidupan dunia ini, ingatlah itu pada hari yang di waktu itu Kami menghimpun mereka semua secara paksa dan dalam keadaan hina dina, baik Ahl al-Kitab, maupun kaum musyrik serta apa yang mereka persekutukan dengan Allah, seperti berhala-berhala kemudian Kami melalui para malaikat berkata kepada orang-orang musyrik yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu, baik berhala, manusia, maupun cahaya atau gelap, bahkan sembahan apa saja: Dimanakah sembahan-sembahan kamu yang dahulu kamu kira dan akui secara lisan dan pengalaman sebagai sekutu-ksekutu Kami? Mintalah kepada mereka agar membantu dan menyelamatkan kamu dari siksa yang sedang dan akan kamu hadapi. Sungguh aneh sikap mereka ketika itu lagi jauh dari yang dapat dibayangkan, sebagaimana dipahami darikata Kemudian. Betapa tidak aneh, pada hari terbukanya segala tabir dan tersingkapnya segala kebohongan, mereka tetap berbohong. Hal ini dikarenakan ketika itu pikiran mereka demikian kacau sehingga tiadalah fitnah mereka yakni jawaban dan ucapan ngawur yang tidak berdasar dari mereka , kecuali mengatakan: Demi Allah, Tuhan kami, demikian mereka bersumpah mengakui-Nya sebagai Tuhan dan demikian juga mereka berbohong dengan berkata kami tidak pernah mempersekutukan Allah. Bukankah ketika di dunia mereka mempersekutukan-Nya?.[8]
5.      Q.S. Al-Hijr ayat 39-40
tA$s% Éb>u !$oÿÏ3 ÏZoK÷ƒuqøîr& £`uZÎiƒy_{ öNßgs9 Îû ÇÚöF{$# öNåk¨]tƒÈqøî_{ur tûüÏèuHødr& ÇÌÒÈ
žwÎ) šyŠ$t6Ïã ãNåk÷]ÏB šúüÅÁn=øÜßJø9$# ÇÍÉÈ
Artinya: Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis  di antara mereka".
Tafsir: Setelah Allah menyampaikan bahwa Iblis akan termasuk mereka yang ditangguhkan hidupnya hingga waktu tertentu, Iblis berkata, “Tuhanku, disebabkan oleh penyesatan-Mu terhadap diriku yakni kutukan-Mu terhadapku hingga hari kemudian, maka pasti aku akan memperindah bagi mereka yakni menjadikan mereka memandang baik perbuatan maksiat serta segala macam aktivitas di muka bumi yang mengalihkan mereka dari pengabdian kepada-Mu, dan pasti pula dengan demikian aku akan dapat menyesatkan mereka semuanya dari jalan lurus menuju kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Upaya tersebut akan menyentuh semua manusia, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlas diantara mereka, yakni yang engkau pilih karena mereka telah menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Mu.[9]
Allah berfirman memberi tahu bahwa iblis berkata kepadanya, “Ya Tuhanku, dikarenakan engkau telah menakdirkan aku tersesat, maka pasti aku akan menyesatkan anak cucu adam dengan membujuk mereka memandang baik segala perbuatan maksiat dan mendorong mereka dengan segala tipu daya agar mereka menjauhi segala perintahmu dan pasti aku akan berhasil dalam usaha penyesatanku ini kecuali terhadap beberapa hamba-hamba-Mu yang memperoleh taufik dan hidayah untuk menaati segala petunjuk dan perintahmu.


[1] Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur’an surah Al Baqarah- An Nas, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada 2002, h. 391-392.
[2] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an) Vol.4, Jakarta: Lentera Hati, 2002, h. 352-355.
[3] Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur’an surah Al Baqarah- An Nas, h,248.
[4]  M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah pesan, kesan, dan keserasian Al-Qur’an, h. 630-632.
[5] Imam Jalaludin Al-Mahali dan Imam Jalaludin As-Suyuthi, Tafsir Jalaludin berikut Asbabun Nuzul Jilid 2 ,Bandung: Sinar Baru al-Gensindo, 2004, h.314.
[6]M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah pesan,kesan,dan keserasian al-Quran, Vol.6, Jakarta: Lentera hati, 2002, h.355-357.
[7] Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur’an surah Al Baqarah- An Nas, h.362
[8] M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah pesan,kesan,dan keserasian al-Quran, Vol.4, h. 51-52.
[9] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah pesan,kesan,dan keserasian Al-Quran, Vol.7, Jakarta: Lentera hati, 2002,h.128-129.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar