"kebaikan dan Keburukan"
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Q.S. Al -An’am ayat 160
`tB uä!%y` ÏpuZ|¡ptø:$$Î/ ¼ã&s#sù çô³tã $ygÏ9$sWøBr& ( `tBur uä!%y` Ïpy¥Íh¡¡9$$Î/ xsù #tøgä wÎ) $ygn=÷WÏB
öNèdur w tbqßJn=ôàã ÇÊÏÉÈ
Artinya: Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya sepuluh
kali lipatnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang buruk, maka dia
tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengannya, dan mereka sedikitpun
tidak dianiaya.
Asbabun Nuzul: Pada suatu waktu Rasulullah SAW
pernah bersabda: “Barang siapa berpuasa tiga hari pada tanggal purnama di
setiap bulan, berarti dia telah berpuasa setahun penuh”. Pada suatu ketika yang lain rasulullah SAW
juga pernah bersabda: “Shalat Jum’at sampai dengan Jum’at berikutnya adalah
merupakan tebusan dosa (kafarat), bahkan ditambah tiga hari sesudahnya”.
Sehubungan dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ke 160 dari surah al-An’am
sebagai dukungan dan membetulkan apa yang telah disabdakan Rasulullah SAW. (HR.
Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Thabrani dari Hisyam bin Martsad dari
Muhammad bin Isma’il dari ayahnya dari Dhamdham bin Zar’ah dari Syuraih bin
Ubaid dari abi Malik al-Asy’ari).[1]
Tafsir: Pembalasan
Allah swt sungguh adil, yakni barangsiapa di antara manusia yang datang membawa
amal yang baik, yakni berdasar iman yang benar dan ketulusan hati, maka
baginya pahala sepuluh kali lipatnya yakni sepuluh kali lipat amalnya
sebagai karunia dari Allah swt: dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang
buruk, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan
kejahatan-nya, itupun kalau Allah menjatuhkan sanksi atasnya, tetapi
tidak sedikit keburukan hamba yang dimaafkan-Nya. Kalau Dia menjatuhkan sanksi,
maka itu sangat adil, dan dengan demikian mereka. Yakni yang melakukan
kejahatan itu sedikitpun tidak dianiaya tetapi masing-masing akan
memperoleh hukuman setimpal dengan dosanya. Adapun yang berbuat kebajikan, maka
bukan saja mereka tidak dianiaya, bukan juga mereka diberi ganjaran yang adil,
tetapi mereka mendapat anugerah Allah swt.
Firman-nya: barangsiapa
yang membawa perbuatan yang buruk maka dia tidak diberi pembalasan melainkan
seimbang dengannya. Penggalan ayat ini ditampilkan dalam bentuk pembatasan,
yaitu melalui kalimat: tidak diberi pembalasan melainkan karena yang
ditekankan di sini adalah sisi keadilan Ilahi. Perlu dicatat bahwa kemurahan
Ilahi akan diperoleh juga jika kejahatan yang telah direncanakan dibatalkan
oleh kesadaran perencananya karena kesadaran dan pembatalan itu sebagai satu
kebaikan.[2]
2.
Q.S. Al-Nisa ayat 79
!$¨B y7t/$|¹r& ô`ÏB 7puZ|¡ym z`ÏJsù «!$# ( !$tBur y7t/$|¹r& `ÏB 7py¥Íhy `ÏJsù y7Å¡øÿ¯R 4 y7»oYù=yör&ur Ĩ$¨Z=Ï9 Zwqßu 4 4s"x.ur «!$$Î/ #YÍky ÇÐÒÈ
Artinya: Apa saja nikmat yang engkau peroleh adalah dari Allah, dan
apa saja bencana yang menimpamu maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami
mengutus menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi
saksi.
Asbabun Nuzul: orang-orang
munafik apabila dalam bertanam, mencari rezeki, berdagang dan dalam
berkeluarga-baik dari sisi sanak kerabat maupun anak-anaknya mendapat kebaikan,
mereka mengatakan bahwa semua itudatang dari Allah. Sebaliknya, kalau mereka
mendapat musibah, baik dalam mencari rezeki maupun berkeluarga selalu
menyalah-nyalahkan Rasulullah Saw. Muhammad sebagai penyebab datangnya musibah.
Hal itu mereka lakukan karena lahiriahnya mereka cinta dan tunduk kepada Rasulullah
Saw, tetapi dalam batinnya sangat benci terhadap ajaran yang dibawa beliau.
Sehubungan itu Allah menurunkan ayat ke-78 dan 79 sebagai ketegasan, bahwa
semua itu datang dari Allah. Musibah datang bukan karena mengikuti ajaran
Muhammad, dan bukan pula Muhammad penyebabnya. Tetapi atas kehendak Allah SWT,
dimaksudkan sebagai ujian bagi mereka. (HR. Abu Aliyah dari Suddi).[3]
Tafsir: ayat ini
menegaskan sisi upaya manusia yang berkaitan dengan sebab dan akibat.
Hukum-hukum alam dan kemasyarakatan cukup banyak dan beraneka ragam. Dampak
baik dan dampak buruk untuk setiap gerak dan tindakan telah ditetapkan Allah
melalui hokum-hukum tersebut. Manusia diberi kemampuan memilah dan memilih, dan
masing-masing akan mendapatkan hasil pilihannya. Allah sendiri melalui perintah
dan larangan-Nya menghendaki, bahkan menganjurkan, agar manusia meraih kebaikan
dan nikmat-Nya. Karena itu, di tegaskan-Nya bahwa, apa saja nikmat yang
engkau peroleh, wahai Muhammad dan
semua manusia, adalah dari Allah, yakni Dia yang mewujudkan anugerah-Nya
dan apa saja bencana yang menimpamu, engkau wahai Muhammad dan
siapa saja selainmu, maka bencana itu dari kesalahan dirimu
sendiri karena Kami mengutusmu tidak lain hanya menjadi
Rasul untuk menyampaikan tuntunan-tuntunan
Allah kepada segenap manusia, kapan dan di mana pun mereka
berada. Kami mengutusmu menjadi Rasul, bukan seorang yang dapat menentukan baik
dan buruk sesuatu sehingga bukan karena terjadinya bencana atau keburukan pada
masamu kemudian dijadikan bukti bahwa engkau bukan rasul. Kalaulah mereka
menduga demikian, biarkan saja. Dan cukuplah Allah menjadi saksi atas
kebenaranmu.
Pada ayat 78 bertujuan untuk menekankan bahwa mereka sepenuhnya
berkeyakinan tentang hal tersebut, yakni kebaikan benar-benar bersumber dari
Allah dan keburukan benar bersumber dari Nabi Muhammad saw. Mereka
mempersamakan Allah dan Rasul bahwa keduanya merupakan penyebab, walaupun
membedakannya dari sisi baik dan buruk. Sedang bantahan yang diberikan pada
ayat 79 ini tidak memakai kata ‘inda karena ayat ini bermaksud
mengisyartkan bahwa awal kehadiran kebajikan dari Allah swt. Sedang awal
terjadinya kejahatan adalah dari manusia sendiri. Bukankah Allah sejak semula
menginginkan kebaikan, dan kalau manusia mengusahakannya maka insya Allah akan
terjadi? Selanjutnya, bukankah manusia yang salah atau keliru sehingga
kejahatan terjadi?[4]
3.
Q.S. Hud ayat 114
ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# ÇnûtsÛ Í$pk¨]9$# $Zÿs9ãur z`ÏiB È@ø©9$# 4 ¨bÎ) ÏM»uZ|¡ptø:$# tû÷ùÏdõã ÏN$t«Íh¡¡9$# 4 y7Ï9ºs 3tø.Ï úïÌÏ.º©%#Ï9 ÇÊÊÍÈ
Artinya: Dan laksanakanlah shalat pada kedua ujung siang (pagi dan
petang) dan pada bagian permulaan malam. Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus
kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat
(Allah).
Asbabun Nuzul: Al-Bukhari dan
Muslim ia meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa seorang laki-laki terlanjur
mencium seorang wanita, lalu ia mendatangi Nabi saw dan memberi tahu beliau.
Maka Allah menurunkan Firman-Nya, “Dan laksanakanlah shalat pada kedua ujung
siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam. Perbuatan-perbuatan
baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang
selalu mengingat (Allah).” Laki-laki itu pun berkata,” Apakah ayat ini
untuk-ku?” Beliau menjawab, “untuk semua umatku.”[5]
Tafsir: Ayat ini mengajarkan: “ dan dirikanlah shalat dengan teratur dan
benar sesuai dengan ketentuan, rukun, syarat dan sunnah-sunnahnya pada kedua tepi siang yakni pagi dan
petang, atau Subuh, Dzuhur dan Ashar dan
pada bagian permulaan daripada malam yaitu Maghrib dan Isya, dan juga bisa
termasuk Witir dan Tahajud. Yang demikian itu dapat menyucikan jiwa dan
mengalahkan kecenderungan nafsu untuk berbuat kejahatan. Sesungguhnya kebajikan-kebajikan itu yakni perbuatan-perbuatan baik
seperti shalat, zakat, shadakah, istighfar, dan aneka ketaatan lain dapat menghapuskan dosa kecil yang merupakan keburukan-keburukan yakni
perbuatan-perbuatan buruk yang tidak mudah dihindari manusia. Adapun dosa
besar, maka itu membutuhkan ketulusan hati untuk bertaubat, permohonan ampun
secara khusus dan tekad untuk tidak mengulanginya. Iitu yakni petunjuk-petunjuk yang
disampaikan sebelum ini yang sungguh tinggi nilainya dan jauh kedudukannya
itulah peringatan yang sangat bermanfaat bagi orang-orang yang siap menerimanya
dan yang ingat tidak melupakan Allah.
Disamping mengandung makna bahwa
Allah akan mengampuni dosa-dosa kecil apabila seseorang telah mengerjakan
amal-amal saleh, juga mengandung makna bahwa amal-amal saleh yang dilakukan
seseorang secara tulus dan konsisten akan dapat membentengi dirinya sehingga
dengan mudah dia dapat terhindar dari keburukan-keburukan. Makna semacam ini
sejalan juga dengan firman Allah dalam surah al-Ankabut ayat 45, yang artinya “
sesungguhnya shalat mencegah perbuatan
keji dan munkar ".[6]
Dalam tafsir at-Tabari dijelaskan
bahwa ada beberapa faedah yang dikandung ayat ini adalah penjelasan untuk
mendirikan salat wajib. Ayat ini menjelaskan secara ringkas semua waktu shalat
yang wajib. Karena kedua tepi siang mencakup shalat subuh, shalat dzuhur dan
shalat ashar. Adapun bagian permulaan malam mencakup shalat maghrib dan isya.
Namun Imam Ath-Thabari lebih memilih pendapat bahwa bahwa shalat pada kedua
tepi siang itu maksudnya adalah shalat subuh dan maghrib.
4.
Q. S. Al- An’am ayat 22
tPöqtur öNèdçà³øtwU $YèÏHsd §NèO ãAqà)tR tûïÏ%©#Ï9 (#þqä.uõ°r& tûøïr& ãNä.ät!%x.uà° tûïÏ%©!$# öNçFZä. tbqßJãã÷s? ÇËËÈ
Artinya: Dan (ingatlah) hari, Kami menghimpun mereka semua,
kemudian Kami berkata kepada orang-orang musyrik: ‘Di manakah sembahan-sembahan
kamu yang dahulu kamu kira (sekutu-sekutu Kami)?’
Asbabun Nuzul: ketika ayat
ke-18 dari surat Al-Mujadilah yang menegaskan tentang kehidupan di hari
kiamat nanti diturunkan, orang-orang
munafik tidak bisa menerima kabar tersebut. Sehubungan dengan itu Allah Swt
menurunkan ayat ke-22-25 sebagai ketegasan tentang keadaan mereka. Mereka akan
menerima akibat dari kedustaan mereka terhadap diri sendiri, yaitu menganggap
Al-Qur’an hanya sebagai degengan belaka. (HR. Ibnu Abi Hatim dari Dhahak dari
Ibnu Abbas)[7]
Tafsir: kalaupun
didunia ini mereka belum merasakan akibat penganiayaan itu, maka suatu ketika
pasti mereka akan menyesal, yakni pada hari kiamat nanti. Karena itu ingatlah,
kebohongan mereka terhadap Allah dalam kehidupan dunia ini, ingatlah itu pada hari
yang di waktu itu Kami menghimpun mereka semua secara paksa dan dalam
keadaan hina dina, baik Ahl al-Kitab, maupun kaum musyrik serta apa yang mereka
persekutukan dengan Allah, seperti berhala-berhala kemudian Kami melalui
para malaikat berkata kepada orang-orang musyrik yang mempersekutukan
Allah dengan sesuatu, baik berhala, manusia, maupun cahaya atau gelap, bahkan
sembahan apa saja: Dimanakah sembahan-sembahan kamu yang dahulu kamu kira
dan akui secara lisan dan pengalaman sebagai sekutu-ksekutu Kami?
Mintalah kepada mereka agar membantu dan menyelamatkan kamu dari siksa yang
sedang dan akan kamu hadapi. Sungguh aneh sikap mereka ketika itu lagi jauh
dari yang dapat dibayangkan, sebagaimana dipahami darikata Kemudian.
Betapa tidak aneh, pada hari terbukanya segala tabir dan tersingkapnya segala
kebohongan, mereka tetap berbohong. Hal ini dikarenakan ketika itu pikiran
mereka demikian kacau sehingga tiadalah fitnah mereka yakni jawaban dan
ucapan ngawur yang tidak berdasar dari mereka , kecuali mengatakan: Demi
Allah, Tuhan kami, demikian mereka bersumpah mengakui-Nya sebagai Tuhan dan
demikian juga mereka berbohong dengan berkata kami tidak pernah
mempersekutukan Allah. Bukankah ketika di dunia mereka
mempersekutukan-Nya?.[8]
5.
Q.S. Al-Hijr ayat 39-40
tA$s% Éb>u !$oÿÏ3 ÏZoK÷uqøîr& £`uZÎiy_{ öNßgs9 Îû ÇÚöF{$# öNåk¨]tÈqøî_{ur tûüÏèuHødr& ÇÌÒÈ
wÎ) y$t6Ïã ãNåk÷]ÏB úüÅÁn=øÜßJø9$# ÇÍÉÈ
Artinya:
Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku
sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di
muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, Kecuali hamba-hamba
Engkau yang mukhlis di antara
mereka".
Tafsir: Setelah Allah menyampaikan bahwa
Iblis akan termasuk mereka yang ditangguhkan hidupnya hingga waktu tertentu,
Iblis berkata, “Tuhanku, disebabkan oleh penyesatan-Mu terhadap diriku yakni
kutukan-Mu terhadapku hingga hari kemudian, maka pasti aku akan memperindah
bagi mereka yakni menjadikan mereka memandang baik perbuatan maksiat serta
segala macam aktivitas di muka bumi yang mengalihkan mereka dari pengabdian
kepada-Mu, dan pasti pula dengan demikian aku akan dapat menyesatkan mereka
semuanya dari jalan lurus menuju kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Upaya
tersebut akan menyentuh semua manusia, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlas
diantara mereka, yakni yang engkau pilih karena mereka telah menyerahkan diri
sepenuhnya kepada-Mu.[9]
Allah
berfirman memberi tahu bahwa iblis berkata kepadanya, “Ya Tuhanku, dikarenakan
engkau telah menakdirkan aku tersesat, maka pasti aku akan menyesatkan anak
cucu adam dengan membujuk mereka memandang baik segala perbuatan maksiat dan
mendorong mereka dengan segala tipu daya agar mereka menjauhi segala perintahmu
dan pasti aku akan berhasil dalam usaha penyesatanku ini kecuali terhadap
beberapa hamba-hamba-Mu yang memperoleh taufik dan hidayah untuk menaati segala
petunjuk dan perintahmu.
[1] Mudjab Mahali,
Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur’an surah Al Baqarah- An Nas,
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada 2002, h. 391-392.
[2] M. Quraish
Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an) Vol.4,
Jakarta: Lentera Hati, 2002, h. 352-355.
[3] Mudjab Mahali,
Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur’an surah Al Baqarah- An Nas,
h,248.
[4] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah
pesan, kesan, dan keserasian Al-Qur’an, h. 630-632.
[5] Imam Jalaludin
Al-Mahali dan Imam Jalaludin As-Suyuthi, Tafsir
Jalaludin berikut Asbabun Nuzul Jilid 2 ,Bandung: Sinar Baru al-Gensindo,
2004, h.314.
[6]M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah pesan,kesan,dan keserasian
al-Quran, Vol.6, Jakarta: Lentera hati, 2002, h.355-357.
[7]
Mudjab Mahali, Asbabun
Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur’an surah Al Baqarah- An Nas, h.362
[8]
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah pesan,kesan,dan keserasian
al-Quran, Vol.4, h. 51-52.
[9]
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah pesan,kesan,dan keserasian
Al-Quran, Vol.7, Jakarta:
Lentera hati, 2002,h.128-129.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar